Memperingati HPN 2025, Senator Lia Istifhama Ungkap Tantangan dan Solusi Jurnalis di Era Teknologi
Surabaya, https://pusatberitarakyat.com/ – Dalam peringatan Hari Pers Nasional yang dilaksanakan pada 9 Februari 2025, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dr. Lia Istifhama mengungkapkan pentingnya peran pers dalam menjaga integritas, akurasi, dan kualitas berita di tengah perkembangan teknologi yang pesat.
Momen itu menjadi titik refleksi penting bagi insan pers Indonesia, yang menghadapi tantangan besar, terutama di era kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) yang semakin berkembang.
Menurut Ning Lia, meskipun pers Indonesia terus berupaya mempertahankan kode etik jurnalistik (KEJ) yang mengedepankan prinsip-prinsip objektivitas, kebenaran, dan keadilan, perkembangan teknologi, terutama AI dan deepfake, membawa tantangan baru yang harus dihadapi dengan bijaksana.
“Saya berharap fungsi-fungsi idealisme pers tetap dijaga, namun harus menyesuaikan diri, beradaptasi dengan perkembangan media dan penggunanya sekarang,” ujar Ning Lia, Minggu (9/2/2025).
Diakuinya, AI memang dapat mempercepat proses produksi berita, teknologi ini masih memiliki keterbatasan dalam memahami konteks dan nuansa informasi.
Meskipun AI dapat membantu dalam menyusun laporan berbasis data, peran jurnalis tetap tak tergantikan. Ning Lia menjelaskan tugas utama seorang jurnalis bukan hanya untuk menyusun fakta, melainkan juga untuk menganalisis, menafsirkan, dan menyampaikan perspektif yang lebih luas dari sebuah peristiwa.
“Jurnalisme lebih dari sekadar penyampaian informasi, juga merupakan bentuk penghubung antara fakta dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kritis,” tegasnya.
Salah satu ancaman lainnya yang dihadapi jurnalis di Indonesia adalah kemunculan teknologi deepfake, yang memungkinkan manipulasi video dan suara secara digital.
Teknologi ini, yang berbasis AI, dapat digunakan untuk menyebarkan disinformasi dan propaganda, bahkan memanipulasi informasi yang tampak sangat meyakinkan. Hal ini dapat menimbulkan kebingungan di masyarakat dan merusak reputasi media yang tidak hati-hati dalam verifikasi sumber.
Ning Lia menegaskan teknologi seperti deepfake harus menjadi perhatian serius bagi pers di Indonesia. Jurnalis diharapkan dapat bekerja lebih keras untuk memverifikasi kebenaran informasi yang diterima, guna menghindari jatuhnya korban dari penyebaran hoaks yang dibuat oleh teknologi ini.
Sebagai solusi, Ning Lia mengimbau kepada seluruh insan pers di Indonesia untuk tidak hanya mengandalkan teknologi tetapi juga tetap menumbuhkan kerja sama antar jurnalis dan berpegang pada prinsip-prinsip dasar jurnalisme yang beretika.
Dalam menghadapi tantangan AI dan deepfake, jurnalis harus terus mengembangkan kemampuan mereka dalam verifikasi dan cross-checking sumber, serta memperkuat daya kritis mereka terhadap informasi yang disebarkan.
Lebih jauh lagi, Ning Lia berharap agar pemerintah, media, dan masyarakat dapat bekerja sama dalam menciptakan ekosistem media yang sehat, di mana kebebasan pers tetap dilindungi, namun disertai dengan tanggung jawab yang besar dalam menyampaikan informasi yang akurat dan tidak menyesatkan.
“Tantangan yang dihadapi oleh jurnalis Indonesia di era AI dan deepfake tidak kecil, namun dengan pendekatan yang hati-hati, pendalaman analisis, serta pengawasan manusia, pers Indonesia tetap memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga kualitas informasi yang diterima oleh masyarakat. Jurnalis Indonesia harus beradaptasi dengan teknologi, namun tetap setia pada nilai-nilai jurnalisme yang berlandaskan kebenaran, keakuratan, dan keadilan,” harapnya. (*)