Apa saja pikiran strategis Lia Istifhama di 100 Hari Kerja Sebagai DPD RI
Lia Istifhama selama ini dikenal sebagai aktivis sosial sekaligus penulis yang sempat merilis single cinta tani dan syair tani. Kini Lia juga dikenal sebagai senator muda Indonesia. Usai dilantik pada 1 Oktober 2024, Ning Lia, sapaan akrab Doktoral UINSA tersebut, ternyata tak surut semangatnya menyampaikan pikiran strategis terkait fungsinya sebagai anggota Komite III DPD RI.
Apa saja pikiran strategis Lia,
1.Program MBG, Bukan Soal Stunting, Tapi Juga Pintu Keberdayaan Ekonomi
Terkait Program Makan Bergizi Gratis (MBG), Ning Lia, sapaan akrab senator peraih suara tertinggi nasional kategori perempuan non petahana ini menyebut MBG bukan sebatas upaya mereduksi stunting, tapi justru pintu keberdayan ekonomi. Apa maksudnya?
“MBG memang program yang efektif untuk menanggulangi stunting karena ini bagian dari deep learning dan kontekstual learning agar dalam keseharian mereka memiliki preferensi konsumsi sesuai keterpenuhan gizi. Jangka panjangnya tentu sangat jelas, sebagai upaya efektif mereduksi angka stunting,” jelas Ning Lia.
“Selain itu, MBG merupakan titik pangkal kuatnya budaya gotong royong lintas sektoral serta jejaring ekosistem UMKM. Secara jangka panjang, ini akan menjadi pintu keberdayaan ekonomi daerah,” imbuhnya.
“Keberdayaan ekonomi daerah justru semakin tumbuh dengan adanya BMG. Hal ini disebabkan tatkala program pemberian MBG sangat ditunggu anak-anak, maka pemerintah pasti tersentuh untuk terus menjadikan ini program berkelanjutan. Akhirnya, akan terstimulus upaya peningkatan pendapatan asli daerah,” jelasnya.
Ning Lia kemudian menegaskan pentingnya kran penyokong peningkatan PAD.
“Kita harus tahu, bahwa skema otonomi daerah yang adil. Di antaranya adalah bagaimana omnibus law atau UU Cipta Kerja meningkatkan kewenangan daerah, jangan sebaliknya. Hal ini agar sumber daerah semakin meningkat seiring dengan meningkatnya gairah produktivitas mereka.”
“Contohnya skema opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD). Kita harus akui, bahwa berlakunya UU ini berdampak pada kemampuan fiskal di Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Kota.”
Ia pun menambahkan sebab dari ketimpangan pendapatan akibat opsen PKB itu.
“Sebenarnya, skema OTODA atau otonomi daerah pasti diharapkan sebagai supported system pemerataan ekonomi. Namun harus diakui pada wilayah tertentu ternyata ini menjadi kendala tewujudnya keadilan ekonomi,” terang Ning Lia.
“Pemberlakuan opsen PKB tersebut misalnya, pada dasarnya lebih menguntungkan bagi daerah yang memiliki jumlah populasi kendaraan bermotor terdaftar yang banyak, sedangkan daerah dengan populasi kendaraan bermotor terdaftar yang sedikit akan menerima bagian dari opsen PKB yang sedikit. Maka asas pemerataannya (horizontal in balance) tidak dapat terpenuhi,” papar Ning Lia.
“Jika terjadi ketimpangan pendapatan daerah, maka ini juga akan menjadi kendala sustainabilty program MBG. Padahal sebagai contoh Pemprov Jatim, melalui Pj Gubernur Adhy Karyono, siap support full semangat gas pol asta cita bapak Presiden Prabowo melalui penyiapan anggaran sebesar Rp 800 miliar untuk mendukung Program Makan Bergizi Gratis (MBG), ini kan penting,” tegas Ning Lia.
2.Penambahan Kuota PBI JKN daya dorong pemenuhan UHC
Melalui keterangan tertulisnya pasca Rapat Kerja Bersama Kementrian Kesehatan RI beberapa waktu lalu, Ning Lia mengungkapkan apresiasinya pada Menkes atas ketersediaan beasiswa bagi dokter spesialis melalui program LPDP.
“Kita harus apresiasi akselerasi bapak Menkes atas ketersediaan beasiswa bagi dokter spesialis, ini sangat penting sebagai indikator pemenuhan UHC atau Universal Health Coverage (UHC) di daerah. Namun ternyata, ada daya dorong lain yang sangat perlu menjadi atensi, yaitu penambahan kuota Penerima Bantuan Iuran (PBI) Pusat atau JKN,” kata Ning Lia.
“Saat ini, Jatim sebagai propinsi dengan populasi tertinggi kedua nasional, hanya menerima 15 juta PBI JKN, padahal total populasi sekitar 41,4 juta jiwa. Artinya, lebih dari setengah penduduk Jawa Timur belum sepenuhnya terlindungi oleh jaminan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah,” ujarnya.
“Sebagai upaya penyelesaian, pemerintah perlu meningkatkan jumlah penerima UHC, dengan target memperluas cakupan layanan untuk 3 juta warga lagi pada tahun 2024, sehingga total warga yang tercover oleh UHC bisa mencapai sekitar 18 juta jiwa. Ini akan memungkinkan lebih banyak warga Jawa Timur, terutama yang kurang mampu, untuk mendapatkan layanan kesehatan yang memadai,” jelasnya.
Selain dua hal itu, keponakan Gubernur Jatim Terpilih Khofifah Indar Parawansa itu juga seringkali membebeberkan pikiran strategisnya. Sebut saja di antaranya terkait fraud klaim BPJS Kesehatan, sertifikasi guru TK PAUD dan guru PAI di tingkat SMA SMK, penyetaraan guru swasta dan negeri dalam hal inpassing, Siskohatkes, penguatan budaya K3 di sektor industri, dan pentingnya atensi pusat pada Pemprov Jatim disebabkan Jatim penyumbang remitten tertinggi. (***)