Distribusi Dam di Tanah Air Miliki Multiefek Ekonomi dan Sosial: Senator Jatim Lia Istifhama Apresiasi Mudzakarah Perhajian Indonesia
Jakarta, pusatberitarakyat – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Dr. Lia Istifhama, M.EI, memberikan tanggapan positif terkait hasil Mudzakarah Perhajian Indonesia yang membahas soal hukum penyembelihan dan distribusi hewan dam di luar tanah haram, termasuk di Indonesia. Tanggapan tersebut disampaikan dalam rapat kerja bersama Komisi III DPD RI dan Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah di Senayan pada Selasa, 18 Februari 2025.
Ning Lia, sapaan akrab Dr. Lia Istifhama, menyambut baik keputusan yang dihasilkan dalam Mudzakarah tersebut. Keputusan ini diambil untuk mempermudah pelaksanaan ibadah haji serta meningkatkan kenyamanan bagi jemaah, terutama bagi mereka yang memiliki kondisi kesehatan atau kebutuhan khusus. Salah satu keputusan penting yang diambil adalah pengurangan kepadatan di area Mina. Keputusan ini memberi kesempatan bagi jemaah yang sakit, lansia, memiliki risiko tinggi, penyandang disabilitas, serta pendamping dan petugas yang mengurus jemaah untuk memperoleh keringanan dalam meninggalkan (tanazul) mabit di Mina dan kembali ke hotel di Makkah.
Langkah ini diharapkan dapat menciptakan rasa aman dan nyaman bagi jemaah yang membutuhkan perhatian khusus selama ibadah haji. “Jemaah yang sakit, lansia, berisiko tinggi, penyandang disabilitas, serta pendamping dan petugas yang mengurus mereka semuanya berstatus udzur. Oleh karena itu, ketika mereka meninggalkan mabit di Mina, hajinya tetap sah dan mereka tidak dikenakan dam,” ujar Ning Lia Istifhama.
Mengenai hukum dam (penalti berupa penyembelihan hewan), Mudzakarah Perhajian Indonesia menyebutkan bahwa penyembelihan dan distribusi daging hadyu/dam di luar tanah haram, termasuk di Indonesia, sah dan diperbolehkan menurut hukum syariat. Dengan demikian, Mudzakarah merekomendasikan agar pemerintah membuat pedoman tata kelola dam jemaah haji yang mencakup ketentuan terkait penyembelihan dan distribusi daging hadyu/dam di luar tanah haram, termasuk di tanah air.
“Pemerintah perlu menyosialisasikan hasil keputusan ini kepada jemaah haji melalui berbagai forum, seperti pertemuan sosialisasi dan bimbingan manasik haji, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh KBIHU (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah),” tambah Ning Lia.
Tak hanya itu, Ning Lia juga mengusulkan agar pemerintah melibatkan organisasi massa besar, seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, dalam proses pembagian daging hadyu/dam. Dengan melibatkan organisasi massa, diharapkan distribusi daging dam bisa lebih merata dan bermanfaat bagi masyarakat yang membutuhkan di tanah air.
Lebih lanjut, Ning Lia juga menekankan pentingnya pengelolaan produk dam dengan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), agar distribusi daging hadyu/dam aman untuk dikonsumsi. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah mengolah daging dam menjadi produk olahan, seperti kornet, yang lebih praktis dan mudah didistribusikan.
Selain itu, Ning Lia mengusulkan agar ternak dam dapat dipasok oleh peternak Indonesia. Hal ini dapat menciptakan efek ekonomi yang lebih luas, dengan memberdayakan peternak lokal sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Dengan melibatkan peternak Indonesia, kita tidak hanya mengelola distribusi daging hadyu/dam secara terorganisir, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi kepada peternak lokal,” tambahnya.
Dengan keputusan ini, Ning Lia berharap ibadah haji tahun 2025 dapat berjalan lebih lancar, dengan perhatian lebih terhadap kesejahteraan jemaah, khususnya bagi mereka yang membutuhkan penanganan khusus. Ia juga berharap dampak positif dari keputusan ini akan dirasakan oleh masyarakat luas melalui pembagian daging hadyu/dam yang lebih terorganisir dan memberikan manfaat sosial ekonomi yang signifikan.
“Dengan perhatian lebih terhadap kesejahteraan jemaah, khususnya bagi mereka yang membutuhkan penanganan khusus, serta memberi dampak positif bagi masyarakat luas melalui pembagian daging hadyu/dam yang lebih terorganisir, kita bisa mewujudkan prinsip Islam Rahmatan lil-Alamin,” pungkas Ning Lia. (*)