Wujudkan Kemandirian, Lia Istifhama Dorong Program Alat Usaha Produktif bagi Eks Pasien Rehabilitasi Jatim
JAKARTA, pusatberitarakyat.com – Kasus penyalahgunaan narkoba di Jawa Timur masih menjadi tantangan besar yang memerlukan pendekatan menyeluruh, tidak hanya dari sisi penegakan hukum, tetapi juga pemulihan sosial dan ekonomi bagi para penyintas ketergantungan narkoba.
Dalam upaya memperkuat fase pemulihan tersebut, Anggota DPD RI asal Jawa Timur, Dr. Lia Istifhama, mendorong adanya bantuan alat usaha produktif bagi eks pasien rehabilitasi.
Menurutnya, kemandirian ekonomi menjadi faktor penting dalam mencegah mantan pengguna narkoba kembali terjerumus dalam penyalahgunaan zat terlarang.
“Setelah masa rehabilitasi berakhir, tantangan terbesar mereka bukan lagi medis, tapi ekonomi. Banyak yang kesulitan mendapatkan pekerjaan karena stigma sosial. Bantuan alat usaha bisa menjadi pintu bagi mereka untuk bangkit dan berdaya,” ujar Ning Lia di Surabaya, Sabtu (25/10/2025).
Menurutnya, aspirasi ini disampaikan oleh masyarakat dan pengelola lembaga rehabilitasi saat giat reses. Hal itu karena dukungan ekonomi pascarehabilitasi masih belum optimal. Banyak pasien yang memiliki keterampilan dan semangat untuk memulai usaha kecil, namun terkendala akses modal, fasilitas, dan bimbingan usaha.
Lembaga rehabilitasi berbasis masyarakat, terutama yang tergabung dalam Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL), menyebutkan bahwa program pemberdayaan ekonomi seperti pelatihan kerja dan bantuan alat usaha telah terbukti efektif mencegah pasien kembali menggunakan narkoba.
“Pemulihan sosial itu tidak cukup hanya dengan terapi medis. Harus ada pemberdayaan ekonomi agar mereka bisa diterima kembali di masyarakat,” ungkap salah satu pengelola IPWL di Sidoarjo.
Senator yang akrab disapa Ning Lia itu menegaskan bahwa IPWL berperan penting dalam membangun jaringan rehabilitasi di tingkat akar rumput. Namun, kapasitas mereka sering terbatas karena minimnya dukungan anggaran dan sarana dari pemerintah pusat.
“IPWL selama ini menjadi garda terdepan dalam pemulihan sosial, tapi daya dukungnya terbatas. Negara perlu hadir memperkuat mereka, termasuk melalui bantuan dekonsentrasi dari Kementerian Sosial seperti yang pernah dijalankan sebelumnya,” jelas Ning Lia.
Ia menambahkan, kemandirian ekonomi eks pasien rehabilitasi adalah bentuk konkret dari keberhasilan program anti-narkoba nasional. “Bukan hanya sembuh dari ketergantungan, tapi juga kembali produktif dan bisa menafkahi keluarga,” tambahnya.
Menindaklanjuti hasil serap aspirasi di lapangan, Komite III DPD RI menyusun sejumlah rekomendasi dan langkah tindak lanjut untuk memperkuat penanganan penyalahgunaan narkoba berbasis rehabilitasi dan pemberdayaan sosial. Komite III DPD RI merekomendasikan agar Kementerian Sosial RI melanjutkan dan memperkuat program bantuan dekonsentrasi bagi IPWL (Institusi Penerima Wajib Lapor).
Program ini dinilai efektif dalam mendukung operasional lembaga rehabilitasi berbasis masyarakat, terutama untuk peningkatan kapasitas tenaga pendamping, penyediaan sarana rehabilitasi, serta dukungan pemulihan sosial bagi pasien. “Mendorong penyesuaian mekanisme pendanaan agar lebih fleksibel dan tepat sasaran, termasuk membuka kolaborasi antara IPWL, pemerintah daerah, dunia usaha, dan lembaga sosial keagamaan. Kolaborasi lintas sektor ini penting untuk memastikan rehabilitasi tidak hanya berhenti di tahap medis, tetapi juga berlanjut pada pemberdayaan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan,” katanya.
Menurut perempuan yang didapuk sebagai Wakil Rakyat Terpopuler dan Paling Disukai vesri ARCI itu, kebijakan pemberdayaan pascarehabilitasi harus dipandang sebagai investasi sosial jangka panjang. Dengan kemandirian ekonomi, para mantan penyalahguna narkoba tidak hanya bebas dari ketergantungan, tetapi juga bisa berkontribusi positif di lingkungan masyarakat.
“DPD RI akan terus mengawal agar Kementerian Sosial memperkuat kembali dukungan terhadap IPWL. Harapannya, para penyintas bisa menjadi bagian dari solusi, bukan lagi dianggap sebagai masalah,” tegasnya.
Ning Lia juga mengajak dunia usaha, pesantren, dan organisasi sosial keagamaan untuk berperan aktif dalam memberikan pelatihan, pendampingan, serta akses bantuan alat usaha.
“Sinergi lintas sektor sangat dibutuhkan agar program rehabilitasi benar-benar menghasilkan kemandirian yang berkeadilan,” pungkasnya. (*)














